Selasa, 05 November 2013

Dia Lagii....

"Apa kau masih mencintainya,?" Tanya Nhuri.
"Dulu aku memang mencintanya,sekarang pun masih....tapi semua sudah berbeda" ucapku pada sahabatku Nuri.Perbincangan singkat antara aku dan sahabatku Nhuri suatu ketika melihatku menatap kearah suatu gedung tempat dimana seseorang yang dulu pernah jadi bagian hidupku bekerja.Pertanyaan yang sering aku dengar dari salah satu sahabat terbaikku dikampus,yang tak pernah bosan mendengar kisah cintaku yang telah jadi masa laluku.seseorang yang aku panggil "Naz".
Ya disini,dijalan ini sering sengaja aku lewati hanya untuk sekedar memandang ke arah gedung yang berdiri itu...berharap aku temukan sosoknya ada disana dan bisa melihatku,Meski itu harapan kosong yang makin membuatku nampak sangat bodoh.Itu yang sering aku lakukan jika rindu ini betul-betul tak mampu aku tahan,tak mampu aku bendung.Meski yang aku dapatkan bukan sosok yang aku cari cukup membuatku lega jika bisa melewati sepintas gedung itu.

Naz,orang yang pernah membuatku merasakan kebahagian walau singkat namun membuatku tak mampu melupakan semua tentangnya.Kasih sayang dan bagaimana caranya mencintaiku membuatku Teramaaaat sayang padanya....benar kata seseorang kalau aku tipe orang yang lebih lama MOVE ON nya ketimbang pacarannya,,,hahahaa mungkin benar.
 

CINTAKU, ANTARA DIA DAN DIA


“Dilema mungkin adalah kata terbaik untuk perasaanku saat ini. Perasaan yang menjerumuskanku pada posisi bimbang. Tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku terjebak dengan perasaanku sendiri,“ renungku..
Berawal ketika pacarku (sebut saja ia Iman) berangkat berlayar demi tugas dan kewajibannya sebagai seorang pelayaran. Saat itu usia hubunganku dengannya sudah setahun lebih lamanya. Sangat kusayangkan bila jauh darinya, dan kutak rela ia meninggalkanku seorang diri. Aku (namaku Lia) sangat mencintainya. Aku sepi tanpanya. Namun, mau tak mau harus kurelakan semuanya, karena ini demi pencapaian cita-cita kami kelak di masa depan. Bahagia di ujung cinta. Ya! Bahagia adalah mimpi kami kelak. “Sayang, jangan menangis. Aku pasti kembali untukmu. Semua ini demi cita-cita kita berdua. Percaya padaku, sayang. Aku pun percaya padamu. Jaga hatimu untukku dan kujaga hatiku untukmu. Rinduku selalu untukmu. Aku mencintaimu,” pesan terakhir dari Iman sebelum berangkat. Sedih rasanya. Aku hanya tersedu diam menitikan air mata. “Aku akan jaga semuanya, sayang. Percayalah padaku. Aku juga mencintaimu,” teriakku menatap kapal yang telah terpisah dari dermaga. Semakin jauh dan kuhanya bisa melambaikan tangan. Hanya itu. Dan air mata hanya jadi saksi pada janjiku dan juga pada janjinya..
Hari makin berlalu begitu cepat. Rindu masih terjaga pada relungku. Komunikasipun terlalu sulit. Ditengah laut sinyal terlalu mahal untuk ditemukan. Yah. Hanya bayangnya saja yang bisa menemaniku tiap malam yang kulalui. Seterusnya, hingga rasa bosan menghampiriku dan menjelma sebagai bisikan-bisikan, menghasut-hasutku. Tapi kumasih bisa menjaga pesan-pesan darinya. Aku masih memegang teguh janjiku padanya. Cintaku hanya untuknya, dan akan kujaga itu sampai kapanpun.
.

Tanpa tersadari, waktu menghayutkanku pada penantian. Hanya para sahabatku yang jadi peluluh rindu saat ini, menemaniku tiap kubutuh hiburan dalam sepi. Hingga saat-saat yang paling aku takutkan menghampiri. Ya! Tak disengaja aku dikenalkan seorang pria yang juga berteman dengan sahabatku. “Perkenalkan nama saya Cristian, tapi biasa disapa Tian,” pria itu memperkenalkan dirinya, lalu aku pun sebaliknya. Awalnya biasa-biasa saja, tak ada sedikitpun niat untuk lebih dengannya, hanya sebagai perkenalan yang singkat. Tapi, dari waktu ke waktu kedekatan menjadi momok menakutkan bagiku. Kumasih bertahan dengan janji-janjiku pada Iman yang jauh disana. Pria yang kusayangi.
Dan perlahan kedekatan dengan Tian menjelma menjadi benih dalam hatiku lalu menghasilkan sesuatu yang mustahil. Yaitu, cinta. Aku tiba-tiba menaruh hati pada sosoknya yang selalu bisa hadir saat kumembutuhkannya. Sepertinya aku jatuh cinta pada pria yang baru kukenal ini (Tian). Dengannya semua nampak berbeda. Ia seperti jin yang keluar dari lampu ajaib, dapat mengabulkan semua permintaanku. Termasuk permintaanku kala sepi, ia hadir dan mengabulkan semuanya. Hingga membuatku amnesia dengan apa yang di amanahkan seseorang kepadaku. Hati ini tak kuat aku tahan dalam keadaan seperti ini. Hatiku kini dalam keadaan lemah mudah berubah. Mungkin begitupun hati setiap insan lainnya.
Dengan waktu terus berlaju dan kebersamaanku dengan Tian makin erat. Dan puncak kebimbanganku pun muncul begitu cepat. Dengan tanpa ragu ia mengutarakan isi hatinya kepadaku. Tak tahu apa yang harus kulakukan. Dilema menghantuiku. Sebab, aku masih mencintai Iman yang jauh disana dengan tugasnya. Namun disisi lain, Tian yang baru hadir dalam hidupku ini telah menghadirkan sesuatu yang baru, dan membuatku jatuh cinta seperti ia mencintaiku. Seakan ia adalah jawaban sepiku. Meski rasa yang kurasa ini tak tahu perasaan apa, tapi yang kutahu aku telah mencintainya. Dan tanpa ragupun aku menerima cinta Tian. Aku tak bisa membohongi perasaanku. Aku pun hanya manusia biasa, butuh seseorang yang selalu ada didekatku saat sepiku. Lalu waktu berlalu semakin berlalu jauh.
Mungkin inilah yang dinamakan perselingkuhan. Tapi aku rasa yang aku jalani semua ini masih dalam tahap legal, sebab belum ada ikatan labih antara aku dengan Iman, hanya status pacaran. Meski aku dan dia saling mencintai namun tak harus menghalangiku untuk mencintai seorang pria lagi. Ya! Tetap aku adalah seorang penghianat, aku sadari itu. Sungguh ini mungkin adalah perbuatan yang sangat buruk untuk semua orang. Jika mungkin posisiku pada orang yang di khianati, pastinya aku akan kontra dengan apa yang aku lakukan. Inilah kehidupan, selalu ada pro dan kontranya..

Tak terasa hubungan yang kujalani secara diam-diam dengan Tian sudah mencapai dua tahun lamanya. Meski kujuga masih menjalani hubungan dengan Iman yang jauh disana. Iman tak tahu apa-apa dengan semua ini. Meski komunikasi kami pun sudah lancar. Ia tetap tak tahu. Begitu juga dengan yang kujalani saat ini dengan Tian. Bisa dikatakan mereka berdua tak pernah mengetahuinya.
Sungguh melelahkan memang, menutupi kebohongan dengan kebohongan lainnya. Tapi aku masih merasa santai tanpa merasa was-was atau khawatir. Kuterlalu santai dengan semua ini..
Suatu ketika tanpa terbayangkan olehku, Iman yang jauh disana memberiku kabar yang bahagia sekaligus duka bagiku. Betapa tidak? Dia ingin kembali dari pelayarannya dan berniat meminangku. Dan dilemaku saat ini dalam status darurat. Mana mungkin aku menghadirkan mimpi buruk baginya yang sudah bersusah payah mencari jalan untuk mencapai cita-cita kami dulu. Aku tak ingin menghancurkannya. Namun disisi lain aku pun tak ingin menghancurkan perasaan Tian yang selalu ada untukku saat ini. Terlanjur kumenyayangi keduanya tapi mustahil jika dua cincin saling berdesakan dalam satu jariku. Aku mulai takut dan panik. Menghantuiku siang dan malam. Selalu memikirkan keduanya. Aku harus memilih salah satu diantara mereka berdua. Dua-duanya adalah yang terbaik bagiku. Bingung memilih siapa karena bagiku mereka berdua layak dalam hidupku. Tapi tapi tapi dan tapi, kutak bisa memilih dua-duanya, aku harus memilih salah satu dari keduanya atau tidak memilih sama sekali..
Dengan pemikiran bodohku, aku memutuskan tak memilih keduanya. Biarlah kujadi manusia munafik. Jika aku tetap harus memilih mungkin aku hanya jadi pendusta yang hebat. Sejak lama aku membohongi keduanya. Dan kini saatnya jujur lalu memilih meninggalkan mereka berdua. Aku memilih jalanku dan memilih tobatku dalam penyesalan. Takut semua ini menjadi cerminan kelak dalam kebaikanku. Tetap memilih pada pendirianku. Kuharus memilih untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Ya, itu adalah jalan terbaik bagiku dan bagi mereka berdua. Cuma itu. Tapi cintaku utuh meski kuharus berlari dari kenyataan. Cintaku antara dia dan dia, mungkin harus kuakhiri demi cinta untuk cinta. Kuharus berlalu..

"Arif Al Khayal"